Sore Itu,,
Sore
itu menjadi pembuka kisah cinta seorang manusia. Sebagai pintu masuk kedalam
dunia yang syarat penuh dengan imajinasi, syarat dengan fantasi, penuh dengan
balutan nafsu bahkan menjadi suatu hal fiksi. Sore itu yang membawa kedalam
sebuah cerita yang begitu panjang dan menarik. Sore itu pula aku dibuat kaku. Tidak
terbersit bahwa akan menuliskan kejadian itu dalam sebuah tulisan mengenai
waktu dan hari secara jelasnya agar terdokumentasikan dengan baik. Namun yang ada
tidak terbersit sama sekali karena aku dipertemukan dengan sesosok bidadari yang
turun dan menjelma menjadi sebuah manusia paling indah yang pernah aku lihat
dan dia ada dihadapanku saat itu.
Memori
ingatan akupun tidak ubahnya bisa diputar secara keseluruhan terhadap kejadian
itu, hanya parsial-parsial kecil saja yang dapat diungkap. Akupun bersyukur
memori itu tidak hilang ditelan oleh kenakalan sepasang bola kecil yang
berwarna hitam ditengahnya karena melihat hal yang berakibat lost memory. Walaupun hanya sebagian
yang terekam dan ada untuk diputar kembali, tetap saja tidak akan mengubah
bagaimana kisah sore itu maknanya hilang ditelan bumi.
Persisnya
kala itu zamannya ospek bagi semua yang terdaftar sebagai mahasiswa di
perguruan tinggi. Seperti halnya laki-laki itu pun sedang mengikuti ospek
tersebut di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung. Semua mahasiswa baru
mendapati tugas untuk membuka file resmi universitas tersebut dan membuat print screennya. Dan yang terjadi sore
itu sudah digariskan oleh sang maha kuasa agar bidadari itu tepat ada dihadapan
dan sedikit ada perbincangan awal untuk melangkah lebih jauh melewati pintu
itu. Kata-kata yang terucap dari bibir yang indah menghasilkan alunan suara
yang begitu merdu yang aku terima ditelinga saat itu. Seketika laki-laki itu
(sebut saja Budi) ingin melihat yang sudah di print, sentak saja ada
perbincangan dimana ada kata-kata yang terucap dari sang bidadari dalam bahasa
sunda .
“oh, sajurusan oge.. baru lihat”. Ucap
sang bidadari.
Muhun hehe.
Jawab Budi sambil tersenyum menahan gerogi.
Hanya
itu yang terucap dari mulutku yang serasa terkuci karena kegugupan yang
menyelimuti diri karena orang yang ada didepan aku itu bukan orang seperti
biasanya yang pernah saya kenal. Diapun berpaitan untuk pulang, sedangkan aku
baru saja mau masuk ke warnet itu dengan sahabat aku saat itu, sebut saja
namanya Dian. Dia bukan teman satu kelas waktu SMA namun dia kakak tingkat dan
kebetulan masuk di jurusan yang sama dengan aku.
Perlahan
tapi pasti kalimat itu membuat Budi terbawa kedalam dunia itu. Alunan kalimat
yang merdu dan tatapan wajah yang begitu elok membuat terngiang-ngiang dalam
telinga dan pikiran. Rasanya ingin mencari kemana dia pulang, dan betapa sore
itu menjadi saksi sebuah pertemuan singkat yang tak terlupakan.
Bersambung...
Komentar