Analisis Buku ‘BANGSA INLANDER’ Potret Kolonialisme di Bumi Nusantara


Judul Buku                  : ‘BANGSA INLANDER’ Potret Kolonialisme di Bumi Nusantara
Penulis                         : HM. Nasruddin Anshoriy Ch
Penerbit                       : LkiS
Jumlah Halaman          : xxxii+198 Halaman
Tahun Terbit                : 2008

DESKRIPSI BUKU
            Buku dengan judul ‘BANGSA INLANDER’ Potret Kolonialisme di Bumi Nusantara ditulis oleh seorang pengasuh Pesan Trend Budaya Ilmu Giri yaitu HM. Nasruddin Anshoriy CH. Buku ini terdiri dari beberapa bagian, mulai dari cover, pengantar redaksi, pengantar penulis, pengantar dari Prof. Sartono Kartodirjo, daftar isi, pendahuluan dan sepuluh bab isi. Dari kesepuluh bab itu diantaranya:
            BAB I KEJAYAAN NUSANTARA DAN KEDATANGAN BANGSA EROPA membahas mengenai bagaimana kejayaan Nusantara pada saat itu dengan menunjukan betapa besarnya kekuasaan raja-raja/kesultanan yang beragama islam sebelum kedatangan bangsa Eropa, seperti Kesultanan Mataram, Kesultanan Banten, Aceh, Maluku ada kesultanan Ternate dan Tidore, semuanya itu memiliki kekuasaan dengan daerah yang kaya akan rempah-rempah. Dilanjutkan dengan kedatangan bangsa-bangsa eropa yang bertujuan untuk mencari rempah-rempah khususnya ke Nusantara. Para pedagang eropa berdatangan seperti halnya dari Negeri Belanda pertama kali tiba di Kesultanan Banten pada tahun 1596. Dalam perkembangannya kemudian membentuk persekutuan dagang pada tanggal 20 maret 1602 yang diberi nama VOC atau kompeni. VOC dengan segala maksud, tujuan dan haknya berhasil memonopoli perdagangan rempah-rempah di Nusantara.
            BAB II PERLAWANAN PADA PENJAJAH membahas mengenai perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Pribumi terhadap penjajah yang ada di Nusantara ini. Perlawanan ini terjadi di beberapa daerah dan kesultanan. Pertama Kesultanan Mataram yang dipimpin oleh Raden Rangsang (Sultan Agung). Perlawanan yang dilakukan oleh Sultan Agung bermula ketika Kompeni diperbolehkan membuka kantor di Jepara. Karena ulah para pegawainya yang tidak baik terhadap Mataram, membuat marah kesultanan, mereka membakar kantor itu dan pegawainya ditahan. Mataram meminta agar Kompeni mengirim utusan agar tahanan dibebaskan secara resmi, namun Coen memandang bahwa itu dapat merendahkan derajat Kompeni. Bersama dengan itu pula mataram meminta bantuan kepada kompeni agar membantu mereka untuk menaklukan surabaya dan Banten, namun kompeni menolaknya. Perkembangan selanjutnya kompeni menerapkan politik pecah belah dengan mula-mula membantu Amangkurat I dan berhasil memecah Mataram. Begitu juga untuk melemahkan perlawanan dari Sultan Abdul Fatah/Sultan Ageng Tirtayasa dengan mendekati Sultan Haji anak dari sultan Ageng untuk di adu dombakan. Dan perlawanan masih berlanjut di daerah-daerah lain termasuk di Maluku.
            BAB III PERKUMPULAN DAGANG HINDIA TIMUR, orang Eropa khususnya Belanda datang ke Nusantara tujuannya adalah untuk mencari rempah-rempah dan berdagang. Diantara kapal-kapal yang tiba memiliki perkumpulan dagang masing-masing. Sehingga pada tahun 1602 demi keamanan semua perkumpulan itu bersatu menjadi VOC. Pada masa Cornelis de Houtman tiba di Banten, mereka bertindak yang tidak disukai oleh rakyat sehingga mereka di usir. Sedangkan pada masa Van Neck citra mereka yang kasar di bersihkan kembali. Coen datang dengan berjaga-jaga karena takut diserang oleh mataram dan Banten dengan mendirikan Benteng di Batavia. Selain itu ada juga Spanyol dan Portugis yag sudah sebelumnya menguasai Maluku.
            BAB IV REAKSI PADA POLITIK KOLONIALISME, daerah perdagangan kompeni yang begitu luas baik di Indonesia maupun di luar kepualauan. Akibat perdagangan yang skala internasional ini menjadikan masalah dimana adanya suatu pengkhianatan yang dilakukan Belanda atas perjanjian penanaman kopi dalam bidang harga, dan juga khusus di kalangan orang Sunda adanya sistem tanam paksa. Sehingga memunculkan suatu reaksi terhadap politik kolonialisme seperti perjuangan Untung Surapati dengan teman-teman senasibnya melakukan perlawanan terhadap kompeni. Selanjutnya Sunan Mas dan Pangeran Puger yaitu adanya perang saudara dan salah satunya buntut adanya hubungan dengan Surapati sehingga pangeran Puger meminta bantan Kompeni dan dinobatkan dengan gelar Pakubuwana. Selain itu ada juga kekacauan yang dilakukan oleh Pieter Erberveld untuk melemahkan kompeni oleh budak di kapal Kompeni, reaksi dari orang tionghoa, reaksi ratu Fatimah dan Panngeran Gusti di Banten.
            BAB V PEMERINTAHAN DAN KORUPSI, kompeni/VOC merupakan suatu badan perdagangan Belanda yang ada di Nusantara. Dalam perkembangannya kini berangsur-angsur menjadi badan yang memiliki kedaulatan negara. Berada dibawah kekuasaan Gubernur Jenderal serta kekuasaan tertinggi ditangan Tuan XVII. Awalnya pengawasan pemerintahan Belanda sangatlah kurang sehingga aturan-aturan yang sudah ditetapkan kurang berjalan dengan baik. Peraturan-peraturan baru pun dibuat kembali berlaku hingga 1799. Pegawai tidak diperbolehkan berdagang untuk keuntungan sendiri. namun banyak para pegawai yang hidup mewah walaupun gajih mereka hanya 16 atau 24 rupiah. Hal itu terlihat jelas bahwa timbulnya suatu gejala korupsi ditubuh kompeni/VOC. Untuk mengatasi hal itu maka dilakukan usaha kearah perbaikan dimana pemerintah Belanda tidak memberikan surat izin dan hak octrooi serta mengangkat Van Imhoff menjadi Gubernur Jenderal. Kemudian selanjutnya untuk mencegah adanya perdagangan gelap maka dibentuklah persekutuan dagang candu yaitu para pegawai yang mencari keuntungan dengan menyeludupkan Candu. Selain itu ada pembagian dalam perdagangan hingga diterapkannya tanam paksa.
            BAB VI PERJUANGAN PANGERAN DIPONEGORO, pangeran Diponegoro adalah cucu dari bupati Pacitan. Nama kecilnya adalah Raden Mas Ontowiryo. Sejak kecil dia dibekali dengan berbagai ilmu keagamaan yang kuat dimana dia mempelajari kitab-kitab seperti al-quran, Nasihatul Muluk, babad Majapahit dal lain-lain. Sehingga ia menjadi ahli islam maupun tata pemerintahan kerajaan. Pada tengah tahun 1825 seluruh Jawa Tengah telah siap untuk peperangan, yang didalamnya terdapat Pangeran Diponegoro. Hal ini didasarkan atas keadaan politik sosial dan ekonomi serta yang terpenting adalah adanya patok-patok diatas makam leluhurnya di Tegalrejo. Dengan berlandaskan perjuangan suci dan semangat juang Pangeran Diponegoro maka perangpun dimulai dan menjadi salah satu langkah menuntut kemerdekaan.
            BAB VII CITA-CITA PERANG JAWA,  perang suci yang berlangsung selama 5 tahun ini memiliki cita-cita perjuangan yang mulia dimana perang kemerdekaan membebaskan kawula dasih dari kekuasaan penjajah Belanda. Tujuan perjuangan suci yang dimaksudkan adalah untuk mengarah pada suatu negara merdeka dan suatu masyarakat baru. Cita-cita ini tidak terlepas dari peranan seorang Pangeran Diponegoro yang begitu kuat dalam hal pengetahuan, strategi perang yang menjadi kekuatan sebuah peperangan. Sehingga ilmu gelar perang suci jawa pun belum dipelajari karena hanya dapat diterima oleh para ahli siasat dan ahli sejarah. Dengan siasat yang luar biasa maka markas perjuangannyapun berada di Gua Selarong sebagai benteng pertahanan.
            BAB VIII PENGARUH PERANG KE SELURUH NUSANTARA,  dalam suasana perang yang sedang berkecamuk, pangeran Diponegoro dinobatkan sebagai kepala negara dengan gelar Sultan Abdulhamid Herucakra, Amirul Mukminin, Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa. Hal ini sebagai pelaksanaan dari cita-cita untuk merdeka dengan pembentukan negara merdeka. Pengaruh positif dari adanya hal itu maka beberapa Tlatah yang ada memberikan bantuan dan menentukan sikap terhadap pangeran Diponegoro dengan cara ikut serta melawan Penjajah. Diantara Tlatah itu adalah Tlatah Kedu dan Bagelan, dan terjadi peperangan di tlatah lain seperti Tlatah Banyumas, Pekalongan dan Ledok, Tlatah Rembang-Bojonegoro.
            BAB IX MENGGALANG KEKUATAN RAKYAT,  budi pekerti yang dilandaskan agama dan adat pusaka menjadikan sosok Pangeran Diponegoro memiliki kharisma kepemimpinan yang disegani. Dalam melakukan perjuangan, ada yang dilakukan dengan cara peperangan dan damai. Situasi yang begitu hebat disekitar Yogyakarta maka Diponegoro memperkuat pertahanan di Bagelan namun tercium oleh Belanda, lalu membentuk pertahanan kembali di Kedu. Dan disinilah akhir riwayat perjuangan dari seorang Pangeran Diponegoro.
            BAB X PARA PEMIMPIN NUSANTARA, kaitannya dengan perjuangan yang dilakukan pangeran Diponegoro, ada beberapa tokoh yang terlibat langsung atau tidak dalam perang banyak memiliki peranan. Seperti halnya kiai Mojo yang malah membelot ke pihak musuh. Ada pula yang hingga di aniaya oleh musuh dalam perjuangannya seperti Pangerai Bei dan Jaya kesuma hingga gugur. Serta Mangkubumi yang terpaksa harus memihak Belanda karena dia sebagai Raja. Semua itu hanyalah sebuah dinamika dalam sebuah peperangan yang begitu dahsyat. Kita lupakan dulu tentang Ppangeran Diponegoro dan tokoh lain dalam perang Jawa, para pemimpin Nusantara lainnya adalah Sultan Hasanudin dengan segala bentuk pemerintahan serta perjanjian yang dihasilkan yaitu perjanjian Bongaya serta ada juga Sultan Iskandar Muda dari daratan Sumatera.

ANALISIS
             Historiografi yang berkembang di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh luar yang masuk, mulai dari sejarah Bangsa Indonesia sendiri yang pernah menjadi negara terjajah serta pengaruh dari paham-paham yang pernah berkembang di dunia (Ideologi). Maka tidak heran jika Taufik Abdullah (Mulyana, Darmiasti, 2009: 122) mengemukakan klasifikasi dari Historiografi ini ada ”Sejarah Ideologis” dimana penulisan sejarah ini didasarkan suatu lambang tertentu yang bisa diadakan untuk masa kini. “Sejarah Pewarisan” adanya kisah kepahlawanan perjuangan kemerdekaan, serta “sejarah akademis” dimana penulisan yang bukan berdasar ideologis dan filosofis, akan tetapi memberikan gambaran yang didasarkan atas tradisi akademik.[1]
            Jika melihat buku yang berjudul ‘BANGSA INLANDER’ Potret Kolonialisme di Bumi Nusantara, lebih cocok dan masuk kepada sejarah pewarisan. Mengapa demikian? Karena apabila kita lihat isi dari buku tersebut banyak menjelaskan kisah kepahlawanan perjuangan kemerdekaan Indonesia yaitu tokoh Pangeran Diponegoro yang begitu dominan. Lima puluh persen dari isi buku menjelaskan secara langsung tokoh Pangeran Diponegoro dan sisanya membahas mengenai kompeni yang nantinya akan berkaitan dengan perjuangan Diponegoro. Berbicara sejarah pewarisan ini erat sekali kaitannya dengan sikap patriotisme seorang pahlawan atau tokoh dalam perjuangannya menentang segala bentuk penjajahan yang ada. Bagimanapun hambatan dan tantangan yang dihadapi, rela menderita baik secara fisik maupun psikis.
            Dalam penulisan sejarah pada tahapan historiografi, seorang sejarawan mengerahkan seluruh daya pikirannya, bukan saja keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan, tetapi penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisanya karena pada akhirnya harus menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitiannya atau penemuannya itu dalam suatu penulisan yang utuh[2] (Sjamsuddin, 2012: 121). Menggaris bawahi pernyataan penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan, ini erat kaitannya dengan penulisan sejarah yang bersumber pada buku-buku, dimana selanjutnya akan menghasilkan sebuah penulisan sejarah yang besifat neerlandosentrisme seperti yang ditulis oleh Sanusi Pane dan Anwar Sanusi. Menggunakan pikiran-pikiran kritis, berkaitan pula dengan adanya analisa bahwa dalam sejarah Indonesia memiliki sisi dan perananan dalam membentuk sejarah panjang bangsa ini. Sehingga dari pemikiran kritis itu muncul suatu penulisan yang bersifat  Indonesiansentris bahkan ideologisme.
              Penulisan yang indonesiasentrisme lebih menekankan dari sudut pandang Indonesia. Peran bangsa Indonesia dalam panggung sejarahnya adalah sebagai pelaku utama. Buku yang dikaji saat ini memperlihatkan bagaimana penulisannya itu lebih memperlihatkan sisi Indonesiasentrisnya serta klasifikasinya masuk kedalam sejarah pewarisan. Hal ini dpat dilihat dari berbagai pernyataan kalimat yang menunjukan demikian.
            Ketika orang Eropah berlomba-lomba datang ke Nusantara untuk mengembangkan perdagangannya dan orang Belanda disamping itu juga akan merintis penjajahannya. Indonesia bukanlah negeri yang kosong dan penduduknya bukanlah orang-orang yang biadab; di Indonesia sudah ada kerajaan-kerajaan yang mempunyai peradaban tinggi dan umumnya sudah beragama islam.[3]
            Kutipan diatas mencerminkan bagaimana kebesaran negeri Indonesia, segi peradaban maupun agamanya jauh-jauh sebelum kedatangan bangsa eropa. Bangsa eropa dianggapnya sebagai bangsa biadab yang merusak peradaban tinggi yang ada di Indonesia. Indonesia disiratkan bahwa sebagai sebuah bangsa yang memiliki daya tarik, sehingga bangsa eropa berlomba-lomba berdatangan.
            Karakter orang-orang Belanda, dimata masyarakat sudah terlihat licik dan tidak tahu balas budi. Tidak memikirkan jangka panjang mengenai keberadaan dia di nusantara ini.
            Diantara negeri-negeri awal yang di injak oleh orang Belanda adalah Banten. Perkenalan pertama terjadi tahun 1596, dengan kedatangan kelengkapam kapal-kapal yang dipimpin oleh Houtman tidak menimbulkan perasaan yang baik. Penerimaan yang ramah-tamah dengan penghormatan yang pantas, dibalas oleh Houtman dengan sikap yang jauh dari sopan sehingga menimbulkan perkelahian.[4]
            Sikap seperti itu bukan mencerminkan kepribadian bangsa dan masyarakat Indonesia, sehingga patas saja kalau Banten tidak menyukai hal itu dengan memberikan sinyal ketidak sukaaannya itu dengan penentangan.
            Tanggal 27 November 1609, Pieter Both diangkat sebagai Jenderal untuk mengatur pemerintahan di Indonesia dibantu Dewan Hindia, yang terdiri dari 5 anggota. Kewajiban pertama Gubernur Jenderal dan Dewan Hindia itu ialah menyelidiki keadaan di seluruh kantor-kantor, tentang sikap raja terhadap kompeni,.....[5]
            Orang Inggris, Portugis, dan Spanyol diusir dari Indonesia atau daerah-daerah lainnya. Yang diingini oleh kompendi Belanda adalah pengusiran dengan perantara raja-raja yang telah dikalahkan kompeni...[6]
            ....perjuangan melawan kompeni Inggris, Portugis, dan Spanyol, peperangan dengan raja-raja di Indonesia. Penentangan dari kalangan pegawai kompeni...[7]
            Sebuah kapal berangkat ke Indonesia, membawa orang-orang yang akan bekerja sebagai pegawai sipil atau prajurit. Daftar nama-nama mereka diterima oleh pembesar di Batavia. Dibelakang nama-nama itu kadang-kadang nampak tanda H. H. H. Singkatan Houd Hem Hier. Artinya tahanlah dia disini...[8]
            Penggunaan istilah bagi penyebutan bangsa ini tidak lagi menggunakan istilah Hindia-Belanda, tetapi sudah adanya kata Indonesia. Jika kita lihat kembali sejarah bahwa kata Indonesia ini muncul disekitar pergerakan Indonesia yaitu awal abad ke-20an. Dalam buku ini istilah Indonesia menjadi istilah dalam penyebutan Hindia-Belanda yang sering ditulis diberbagai buku sejarah untuk menyebut Nusantara saat itu. Untuk istilah Hindia-Belanda sendiri bahkan hampir tidak ada, sehingga dalam hal ini menjadi suatu penulisan yang memang Indonesiasentrisme.
            Kompeni adalah bangsa asing yang suka merampas hak yang lain dan berlaku kejam terhadap bangsa Indonesia maupun bangsa asing lainnya. tidak sedikit orang menderita dan kehilangan sebagian harta bendanya dan menjadikan bangsa lain itu marah dan tidak suka kepada kompeni.
            .... Pieter Erberveld mengepalai suatu gerakan, terdiri dari bangsa Indonesia dan orang-orang belian dengan maksud membunuh semua bangsa Belanda.... dia memiliki tanah warisan dari ayahnya, dan dia menaruh dendam karena tidak sedikit tanah warisan itu yang dimiliki oleh pemerintah...[9]
            Ia mendapat intruksi menjalankan Tanam Paksa, ialah suatu cara pemungutan pajak yang tidak berlainan dari cara lama dalam zaman VOC. Aturan baru ini disebut Tanam Paksa (Cultuurstelsel).[10]
            Rakyat di Jawa dipaksa menanam tanaman yang belum diketahui sebelumnya, sehingga tidak sempat memelihara tanamannya sendiri. sebab jika mereka ini melalaikan pekerjaannya untuk kepentingan Tanam Paksa, sinder-sinder Belanda dan mandor-mandor Inlander sudah siap sedia untuk menghantam pak tani dengan pukulan rotan yang amat ditakutinya itu.[11]
             Perlawanan kepada penjajah merupakan sebuah perjuangan yang memiliki semangat yang tinggi, dengan sikap kepahlawanan serta memiliki tekad suci dengan berlandaskan agama. Semangat juang untuk mencapai sebuah kemerdekaan negara dari belenggu penjajah. Hal ini ada pada sosok Pangeran Diponegoro yang melakukan perlawanan dan perjuangan bercita-citakan sebuah kemerdekaan.
            Peperangan yang bertlatah-tlatah itu adalah suatu langkah dan suatu ragamnya menuntuk kemerdekaan dengan jalan menumpahkan darah musuh dan darah angkatan Rakyat. Dalam lingkaran ini, maka peperangan yang bermula di tanah Jawa Tengah di sekeliling kraton Yogyakarta itu ialah peperangan yang mempertaruhkan kemerdekaan bangsa...[12]
            Tujuan perang suci Jawa selalu diarahkan kepada suatu negara merdeka dan suatu masyarakat baru...... dan masyarakat akan diatur kembali menurut agama dan adat.[13]
            Perjuangan  Pangeran Diponegoro menghadapi penjajah ketika memang berlandaskan agama, seperti kita ketahui bahwa dia sejak kecil sudah terjun dan menggeluti agama, khususnya agama islam. Hal ini memungkinkan bahwa semangat keagamaan denga jihad nya menjadi pemicu heroiknya kepahlawanan dari Pangeran Diponegoro.
            Dalam kaitannya dengan sejarah pewarisan, dalam buku ini membahas bagaimana kisah kepahlawanan pejuang kemerdekaan yang dimana Pangeran Diponegoro orang yang dimaksud. Dia berhasil membunuh Letnan Belanda ketika peperangan baru dimulai.
            .... Maka sejak saat itu, tanggal 16 juni 1825, maka mulailah Kanjeng Pangeran Diponegoro membalas dendam kekerasan dengan senjata. Peperangan dimulai, dan seorang Letnan Belanda mati. Untuk membalaskan kekalahan ini maka datang kaveleri dengan barisan berkuda, rumah dan harta Kanjeng Pangeran Diponegoro dirusak dan Tegalrejo dibakar..[14]
            Sikap patriot yang ditunjukkan membawa sebuah semangat. Ini mencerminkan bahwa jiwa kstaria yang dimilikinya membawa pada sebuah perjuangan yang lebih kuat lagi.
            Di Tengah jalan antara Tegalrejo dan Slarong, pemimpin Kanjeng Pangeran Diponegoro berhenti diatas turangganya, tangan kirinya memegang tombak yang berjejak ke tanah. Matanya memandang dengan penuh perasaan, menuju ke rumah dan mesjid sedang terbakar, dibakar oleh serdadu Belanda dibawah pimpinan Khaveleri. Pada waktu itu beliau berkata kepada pamannya Mangkubumi, Paman, lihat rumah dan mesjid sedang terbakar, api merah menyala-nyala ke atas langit. Kini ditak berumah lagi diatas dunia!” kalimat itu diucapkan sebagai orang yang tidak berkampung halaman lagi, dan sebagai orang yang mengabdikan diri sepenuhnya kepada perjuangan kemerdekaan.[15]
            Hal diatas lantas tidak menyurutkan perjuangan dari seorang diponegoro dalam memperjuangkan kemerdekaan.

KESIMPULAN
            Penulisan sebuah buku, dalam hal historiografinya sangat dipengaruhi oleh berbagai hal. Mulai dari penggunaan sumber atau referensi, kutipan-kutipan, pemikiran penulis hingga pengaruh politik yang sedang berjalan. Dengan memahami konsep dan klasifikasi dari historiografi ini kita akan mengerti maksud dari penulisan buku ini. Adanya suatu causalitas atau hubungan sebab akibat antara tujuan yang ingin disampaikan melalui isi buku ini dengan pengaruh disekitar penulisannya. Ada dua pendekatan atau klasifikasi yang digunakan dalam penulisan buku yang berjudul “‘BANGSA INLANDER’ Potret Kolonialisme di Bumi Nusantara”. Yang pertama bahwa buku ini termasuk kedalam historiografi sejarah pewarisan. Mengapa demikian? Karena setelah dianalisis berdasarkan makna dan arti dari sejarah pewarisan itu sendiri, membahas bagaimana kisah kepahlawanan pejuang kemerdekaan Indonesia. Tujuannya agar pembaca memiliki jiwa patriotisme yang tinggi sesuai dengan apa yang dicontohkan atau digambarkan dalam alur kisah di buku tersebut. Yang kedua, penulisan sejarah yang bersifat Indonesiasentrisme. Arah dari penulisan ini tiada lain untuk memberikan suatu kebanggan terhadap perkembangan sejarah Indonesia. Dengan maksud bahwa Indonesia bukan hanya sebagai negara terjajah, tetapi disisi lain memiliki kebesaran dalam hal perjuangan kemerdekaan negara. Dan melihat bagaimana Belanda dari kacamata kita.
           



DAFTAR PUSTAKA
Anshoriy, HM Nasruddin. (2008). ‘Bangsa Inlander’ Potret Kolonialisme di Bumi Nusantara. Yogyakarta: LKIS.
Mulyana, Agus. dan Darmiasti. (2009). Historiografi Di Indonesia. Bandung: Rafika Aditama.
Sjamsuddin, Helius. (2012). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
.





















[1] Mulyana, Agus. dan Darmiasti. (2009). Historiografi Di Indonesia. Bandung: Rafika Aditama, hal. 122.
[2] Sjamsuddin, Helius. (2012). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak, hal. 121.
[3] Anshoriy, HM Nasruddin. (2008). ‘Bangsa Inlander’ Potret Kolonialisme di Bumi Nusantara. Yogyakarta: LKIS, hal. 15.
[4] Ibid., hal. 22-23.
[5] Ibid., hal. 19.
[6] Ibid., hal. 20.
[7] Ibid., hal. 49.
[8] Ibid., hal. 76.
[9] Ibid., hal. 63.
[10] Ibid., hal. 84.
[11] Ibid., hal. 85.
[12] Ibid., hal. 98.
[13] Ibid., hal. 100.
[14] Ibid., hal. 95.
[15] Ibid., hal. 96.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertanyaan Mengenai KTSP

Makalah Peranan Pendidikan Dalam Kehidupan Masyarakat

PERAN AKTIF INDONESIA PADA MASA PERANG DINGIN