PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL (SEJARAH LOKAL): DALAM PERSPEKTIF KURIKULUM 2013
Sejarah lokal dapat didefinisikan
sejarah dari suatu tempat, suatu locality yang batasannya ditentukan oleh perjanjian
yang diajukan penulis sejarah. Batasan itu bisa luas baik dalam aspek
keruangannya ataupun aspek tema kajiannya (Mulyana, Gunawan: 2007, hal. 2). Perlu kita pahami bahwa setiap sejarah lokal
yang berkembang di masyarakat dan ditulis oleh para sejarawan itu saling
keterkaitan dengan sejarah nasional, ada sejarah lokal yang mendukung
peristiwa-peristiwa dalam sejarah nasional ada juga yang sama sekali tidak ada
keterkaitannya. Biasanya sejarah lokal ini membahas apa yang tidak termasuk
kedalam penulisan sejarah nasional.
Sejarah Lokal Dalam
Kurikulum 2013
Tahun
2013 menjadikan pendidikan sejarah seolah mendapat durian jatuh. Dimana sejarah
dalam kurikulum 2013 setidaknya menjadi pusat perhatian. Yang semula ada isu
bahwa sejarah akan dihapuskan dari kurikulum atau mata pelajaran di sekolah,
untuk sekarang sebaliknya sejarah mendapat kedudukan yang strategis. Mengapa
dikatakan strategis? Bagi guru sejarah menjadi sebuah keuntungan karena jam
mengajarnya semakin bertambah. Dan bukan hanya itu saja, dalam kurikulum
pendidikan sejarah sekarang menjadikan sejarah lokal/kearifan lokal menjadi
peran penting juga dalam pengembangan kurikulumnya. Pengembangan kurikulum ini
dilakukan atas dasar potensi yang dimiliki suatu daerah serta kebutuhan siswa
maupun masyarakat sekitar. Pelaksanaan kurikulum salah satunya dengan suatu
pengajaran yang baik. Pengajaran ini akan mencapai hasil sebaik-baiknya apabila
didasarkan atas interaksi antara murid-murid dengan sekitarnya (Nasution,
2009, hal. 166) .
Hubungan atau interaksi antara murid dengan lingkungan sekitar dapat
menghasilkan suatu korelasi hubungan timbal bailk yang dirasa dapat merubah
suatu pemikiran atau prilaku baik atau buruk.
Menurut Hamid Hasan (Agus
Mulyana, 2007, hal. 187-188) dikatakan bahwa
sejarah lokal memegang posisi utama karena ia berkenaan dengan lingkungan
terdekat dan budaya peserta didik. Materi sejarah lokal ini menjadi dasar bagi
pengembangan jati diri pribadi, budaya dan sosial peserta didik. Hal ini dapat
kita lihat bahwa peserta didik lebih dahulu mengenal budaya dilingkungan
sekitarnya dibandingkan dengan yang jauh-jauh di wilayah diluar daerahnya.
Sehingga perlu suatu pengembangan yang dimulai dari hal lokal untuk menciptakan
sebuah kebanggaan terhadap lingkungan sekitar, dan ketika mereka berada
dimanapun maka akan terus ada dalam dirinya tentang apa yang pernah terjadi di
masa silam, serta memunculkan sebuah dilentatis
bagi dirinya. Misal “Di Jawa Barat pada
tahun 1904 berdiri pula sekolah oleh Raden Dewi Sartika (1884-1947). Yang
bernama sekolah istri dan kemudian keutamaan istri” (Djoened, 1984, hal. 239) . Dengan memahami
kutipan diatas, kita banyak mengetahui bahwa tokoh wanita yang menjadi topik
utama adalah R.A Kartini, sedangkan dibalik itu banyak wanita-wanita lain yang
memiliki peranan yang sama dalam mengangkat hak-hak wanita seperti halnya Raden
Dewi Sartika yang kurang diperhatikan dalam sejarah kita. Bagi masyarakat Jawa
Barat, Dewi Sartika menjadi suatu kebanggaan yang luar biasa dimana mereka
memiliki tokoh perempuan asli putri daerah Jawa Barat. Hal ini menjadi sebuah
kebanggan dan bisa dijadikan sebuah motivasi bagi anak-anak perempuan Jawa
Barat bahwa kita mampu bersaing dan mampu berkarya.
Seperti dikatakan Prof.Dr. H. Dadang
Supardan, M.Pd pada pidato pegukuhan guru besar (Humas, 2012) ,
dikatakan bahwa sejarah lokal dengan
keunggulannya itu ia tidak hanya mempunyai arti sebagai identitas kelokalannya,
melainkan juga mempunyai makna yang lebih luas. Hal ini dapat kita lihat
dalam keterhubungannya dengan peristiwa-peristiwa makro yang intens. Dari
pernyataan tersebut jelas sekali bahwa Raden Dewi Sartika berperan sebagai
identitas kelokalan yang dpat dikaitkan dengan peristiwa makro yang terdapat
dalam sejarah nasional seperti halnya dengan R.A. Kartini. Setelah melewati
perjalanan panjang seperti halnya lanjutan pidatonya itu bahwa mengenai
pembahasan sejarah lokal ini sudah sering kali dilakukan baik dalam hal seminar-seminar
ataupun diskusi formal lainnya, baru dengan kurikulum 2013 ini seperti yang
telah dikatakan sebelumnya bahwa sejarah lokal menjadi salah satu peran utama
dalam kurikulum.
Dominansi sejarah lokal dalam kurikulum baru
yang dimaksud dapat dilihat dalam isinya bagiamana terdapat beberapa poin dalam
dokumen kurikulum sejarah 2013 yang menyatakan mengenai pentingnya sebuah
kearifan lokal dalam pembelajaran terhadap siswa, diantaranya:
1.
Semua wilayah/daerah
memiliki kontribusi terhadap perjalanan Sejarah Indonesia hampir pada seluruh
periode sejarah;
2. Setiap periode Sejarah Indonesia memiliki peristiwa dan
atau tokoh di tingkat nasional dan daerah serta keduanya memiliki kedudukan yang
sama penting dalam perjalanan Sejarah Indonesia;
3. Memiliki tugas untuk memperkenalkan peristiwa sejarah
yang penting dan terjadi di seluruh wilayah NKRI dan seluruh periode sejarah
kepada generasi muda bangsa;
Dengan
jelas baik secara tersirat maupun tersurat bahwa kearifan lokal ini diharapkan
mampu memberikan pendidikan karakter siswa dengan belajar sejarah. Seperti
ungkapan bahwa sejarah adalah guru kehidupan.
Pengembangan Pendidikan
Karakter Melalui Nilai-Nilai Kearifan Lokal
Setiap
daerah memiliki sejarah masing-masing, sejarah yang dimaksud berkisar pada
lakalitas tertentu. Setiap sejarah lokal tersebut memiliki nilai-nilai kearifan
lokal dapat dijadikan sebagai dasar untuk pembentukan karakter generasi muda (Jefrianto, 2013) . Kearifan lokal yang
terkandung bisa berupa nilai-nilai semangat juang para tokoh pahlawan yang
memperjuangkan daerah sekitar tempat tinggal peserta didik, nilai keteladanan,
nilai persatuan dan kesatuan dalam mencegah terjadinya suatu integrasi bangsa.
Nilai
semangat juang dalam penyampaiannya pada siswa dapat diramu dan dikembangkan
melalui kebiasaan siswa dalam belajar secara sungguh-sungguh, serta memiliki
motivasi yang tinggi untuk meraih sebuah cita-cita. Kesungguhan dan motivasi yang
tinggi akan menjadi sebuah karakter yang dimiliki peserta didik. Nilai lain
seperti keteladanan para pemimpin dalam kehidupan memperjuangkan kemerdekaan
dapat dijadikan nilai dalam pembentukan karakter, hal ini dapat direalisasikan
dan dapat dilihat melalui pengembangan sikap patuh terhadap guru di sekolah,
memberikan contoh yang baik bagi adik-adik kelasnya serta patuh terhadap orang
tua di rumah.
Legenda
Sangkuriang yang menjadi kearifan lokal masyarakat Jawa Barat memiliki nilai
yang tinggi. Dimana seorang anak tidak boleh menikah dengan orang tuanya
sendiri, karena jika itu terjadi maka perkawinannya disebut perkawinan sedarah
(incest) yang rentan akan penyakit. Di Sumatera Barat ada legenda Malin Kundang
yang menjadi kearifan lokalnya, nilai yang dapat diambil dari legenda itu bahwa
kita tidak boleh durhaka kepada orang tua. Kisah-kisah lokal seperti ini dapat
memberikan sebuah pendidikan bagi peserta didik khususnya dalam hal memperkuat
karakter. Ini terlepas dari guru bagaimana menyampaikannya sehingga peserta
didik mampu mengambil makna dari setiap peristiwa lokal yang dijelaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Mulyana, R. G. (2007). "Lingkungan
Terdekat; Sumber Belajar Sejarah Lokal", dalam Mulyana, Gunawan (2007). Sejarah Lokal : Penulisan dan
Pembelajaran di Sekolah. Bandung: Salamina Press.
Djoened, N. N. (1984). Sejarah
Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka.
Hasan, S.H. (2007). "Kurikulum
Sejarah dan Pendidikan Sejarah Lokal", dalam Mulyana, Gunawan (2007). Sejarah Lokal : Penulisan dan
Pembelajaran di Sekolah. Bandung: Salamina Press.
Humas. (2012, 07 17). Pidato Prof. Dr. Dadang
Supardan pada Pengukuhan Sebagai Guru Besar UPI, Selasa (17/7/2012).
Retrieved 07 20, 2013, from Kabar UPI: http://berita.upi.edu/2012/07/17/pidato-prof-dr-dadang-supardan-pada-pengukuhan-sebagai-guru-besar-upi-selasa-1772012/
Jefrianto. (2013, 03 23). Memahami Sejarah Lokal Sebagai
Awal Pembentukan Karakter . Retrieved 07 20, 2013, from Goresan Penaku:
http://jefriantogie.blogspot.com/2013/03/memahami-sejarah-lokal-sebagai-awal.html
Nasution, S. (2009). Asas-Asas
Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Dokumen Kurikulum Sejarah 2013
Komentar