Perkembangan Sastra dan Bahasa Daerah Oleh Ajip Rosidi




Hadiah merupakan sebuah pemberian penghargaan atas sesuatu. Begitu juga dengan diadakannya pemberian hadiah yang dimaksudkan yaitu hadiah sastera “Rancage” yang telah ada belasan tahun yang lalu.  Pemberian hadah sastra hanya meliputi 3 bahasa saja, yaitu sunda, jawa dan bali. Itu juga dalam penilaiannya terbatas pada karya-karya sastera modern yang telah terbit berupa buku, karena banyaknya karya sastra yang masih dalam bentuk majalah, atau surat kabar sehingga tidak semua ternilai.
Dari pengamatan dijelaskan bahwa hanya ketiga bahasa itu yang memiliki karya sastra yang terbit berupa buku, sehingga orang menyebutnya sastra modern. Modern yang dimaksud adalah karya cipta seseorang jaman sekarang, baik pengaruh eropa maupun          tradisional. Dalam bahasa sunda ada beberapa sastrawan yang menulis tentang guguritan seperti Jamparing Hariring dll. Begitu juga dalam bahasa Bali merupaan bentuk-bentuk sastera tradisional yang ditulis oleh orang jaman sekarang.
Beberapa kenyataan yang menarik
            Yang menarik untuk disoroti adalah dimana penulis bahasa daerah tidak hanya dari generasi tua, mulai dari yang tahun 1920 hingga 1980-an. Generasi yang lahir tahun 1940-an bukan hanya tidak sempat belajar bahasa daerah dengan baik, juga tidak pernah baca-baca buku dalam bahasa daerah masing-masing dari berbagai penerbit. Seperti halnya Balai Pustaka tidak lagi menerbitkan buku bahasa daerah, kalaupun ada jumlahnya pun sedikit. Generasi yang lahir akhir tahun 1960-an lebih repot lagi karena bahasa daerah hanya ada dalam bentuk mata pelajaran.
 Penerbitan bahasa daerah
            Penerbitan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu penerbitan pers dan penerbitan buku. Pada masa sebelum perang ada beberapa surat kabar yang terbit dalam bahasa jawa dan sunda. Dari sekian banyak penerbitan yang dilakukan sejak era tahun 1970-an adalah dalam bentuk majalah dan tabloid.  Dalam bahasa Jawa ada Panjebar Semangat, Joyoboyo, Djoko Ladang dll. Sedangkan dalam bahasa Sunda ada Mangle, Kalawarta Kudjang, Galura, Cupumanik, dll. Dari kesemua majalah dan tabloid yang diterbitkan, waktu terbitnya pun berbeda-beda, ada yang mingguan, bulanan.
Penerbitan itu didorong atas dasar kecintaan terhadap bahasa daerah sehingga kebanyakan tidak dilakukan secara profesional, baik redaksional maupun pemasarannya. Pada umumnya kelangsungan hidup penerbit tergantung kepada langganan, sedangkan iklan cenderung lebih suka memasang iklan dalam penerbitan bahasa nasional. Untuk penerbitan buku sendiri tidak jauh berbeda, yang menulis adalah mereka yang mencintai akan kelanggengan bahasa daerahnya.
Radio dan Televisi
            Radio dan televisi merupakan suatu media yang sangat potensial untuk mengembangkan bahasa dan sastra suatu daerah. Salah satunya adalah RRI yang awalnya menyiarkan bahasa daerah. Begitu juga dengan radio, banyak yang mengiklankan dan mempergunakan unsur-unsur kebudayaan dan kesenian daerah. Dengan kedaerahan tersebut diharapkan bisa mempromosikan produk berdasarkan daerah asalnya.
Dalam siaran televisi, bahasa daerah lebih rumit kedudukannya. Ada yang menganggap bahwa yang siaran menggunakan bahasa daerah telah bertentangan dengan misinya, sehingga pertunjukan kesenian daerah banyak yang digantikan dengan bahasa Indonesia.
Jadi intinya bahwa radio dan televisi dalam siarannya dapat membantu pelestarian bahasa dan sastera tradisional suatu daerah. Namun harus berpegang teguh juga pada peraturan pemerintah yang berlaku.
Haridepan bahasa dan sastera daerah
            Hidup dan matinya bahasa daerah tergantung kepada penutur serta pecintanya. Semua itu harus ada keseimbangan antara peran pemerintah serta para pecinta sastera supaya tetap bertahan. Banyak upaya telah dilakukan salah satunya adalah dengan adanya UUD yang berisi untuk pengembangan bahasa daerah.
Namun pengembangan bahasa dan sastra daerah tersebut kembali lagi di serahkan kepada orang-orang yang memiliki bahasa dan daerah yang bersangkutan. Selain itu sekolah-sekolah diharapkan dapat membantu siswanya agar bisa membaca buku-buku yang isinya bahasa daerah.  Untuk pengadaan buku-buku tersebut mengalami hambatan yaitu kurangnya minat pemodal yng berani membiayai awal penerbitan buku tersebut.
Dan yang paling sulit lagi yaitu bagaimana cara membuat orang indonesia menjadi minat baca. Dengan tingginya minat baca, penyelenggaraan penerbitan serta mendirikan perpustakaan diharapkan bahasa dan sastera daerah bisa berkembang. Begitu juga yang menggunakan media radio dan televisi, diharapkan bisa menumbuhkan minat dan bakat terhadap kesenian daerah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertanyaan Mengenai KTSP

Makalah Peranan Pendidikan Dalam Kehidupan Masyarakat

PERANG JEPANG-RUSIA (1904-1905)